Ini adalah cerita pertama aku.
Aku berumur 19 tahun, kuliah di
salah satu perguruan tinggi
negeri di Malang di jurusan yang
cukup bonafide. Sebenarnya aku
merasa kalau aku gay sejak SMP. Waktu itu aku seneng banget
ngeliat kakak-kakak kelas aku
yang cowok yang ganteng dan
berkulit putih bersih. Lama-
kelamaan sifat gay aku ini
semakin kuat. Aku-pun jadi sering onani, walaupun aku tahu
istilah onani itu setelah aku kelas
1 SMU dari guru BK aku. Mula-
mula aku melakukannya dengan
sangat jarang, namun mendekati
masa akil balig aku semakin sering melakukannya, karena
gairah atau hasrat itu sering
muncul dalam jiwa aku. Semakin
lama aku semakin tahu kalau
sifat gay itu tidak boleh ada. Aku-
pun berusaha menghilangkan sifat gay itu dan berusaha
mengurangi frekuensi onani aku. Rasanya pikiran aku sudah tidak
terlalu ke arah seks lagi. Namun
setelah aku kuliah di kota yang
terkenal dingin ini, ditambah
berbagai fasilitas yang mudah
didapatkan (terutama internet), juga seringnya melihat cowok-
cowok ganteng dan berkulit
bersih, gairah aku kembali
meledak-ledak. Aku tak kuat
menahan sifat gay aku ini. Aku
mulai sering onani lagi setelah selesai menjelajahi dunia maya
gay lewat internet. Sampai aku
tertarik untuk menulis cerita ini
yang aku alami saat semester
dua lalu, tepatnya 13 April 2003.
Kenangan yang sangat indah dan menyedihkan sangat susah
aku lupakan. Kenangan yang
membuat aku ingin menangis
sesal. ***** Aku tinggal dengan seorang
cowok ganteng , putih, ada
darah arabnya, di sebuah kamar
kost. Sejak tinggal pertama kali
dengannya, aku selalu menahan
gejolak (entah apa namanya) di hati ini. Saat melihatnya pertama
kali aku sudah merasa ada
kelainan pada diri aku karena
dia. Tentu saja aku kagum
dengan wajah tampannya itu.
Kumisnya tercukur rapi, cambang dan jenggotnya yang
juga terawat rapi itu menambah
dia kelihatan lebih jantan di mata
aku. Namanya Ardi, WNI dari
Surabaya. Kami beda jurusan,
namun di saat ngobrol, omongan kami selalu saja bisa
disambungkan. Ardi orangnya
cool dan aku tahu kalau dia
belum pernah punya pacar. Aku
tidak pernah berani
membicarakan masalah seks dengan dia, risih rasanya. Mungkin dia pernah berfikir
karena kami sama-sama cowok,
dia tidak perlu merasa sungkan
dan malu untuk membuka
bajunya di depan aku. Rasanya
aku tidak bisa bernafas saat dia melakukannya di depan mata
aku. Dia yang tanpa baju (masih
bercelana panjang) seperti
memamerkan dada bidangnya
itu kepada aku. Bulu-bulu agak
lebat menghiasi permukaan dada bidangnya terus sampai ke
perutnya dan mungkin terus
sampai ke batang
kejantanannya. Dia juga tidak
pernah risih mengganti celana
panjangnya di depan mata aku. Aku hanya berani mencuri-curi
pandang ke arah selakangannya
yang menggundug lembut di
bawah perut langsingnya itu.
Boggolan di balik CD merahnya
itu membuat dia kelihatan lebih seksi dan menggairahkan saja. Kejadian itu berlangsung smpai
beberapa bulan tanpa dia mersa
bersalah karena tanpa sadar ia
telah menyiksa aku. Aku sangat
tersiksa menahan gejolak jiwa
muda ini, tapi aku takut Ardi tidak bisa menerimanya. Tidak
jarang aku menciumi CD-nya
yang hampir semuanya
berwarna merah (biar kelihatan
lebih jantan katanya). Tidak
hanya CD kering yang habis dicuci, aku juga sering menciumi
CD yang habis ia pakai. Bau CD itu
sungguh membuat aku mabuk
dan horny. ujung-ujungnya aku
onani juga. Aku sering
memandangi wajahnya saat dia tertidur di samping aku, berada
dalam satu selimut. Hanya itulah
yang berani aku lakukan. Pernah suatu malam aku
terbangun karena merasakan
ada yang memeluk tubuh aku.
Ardi dengan pelukan hangatnya
berada di depan wajah aku.
Bagian bawah perutnya bergetrak-gerak erotis. Dugaan
aku dia pasti sedang bercinta
dalam mimpinya. Aku tidak bisa
tertidur sebelum Ardi merubah
posisinya dan melepaskan
pelukannya, setelah aku rasakan beberapa saat yang lalu
tubuhnya mengejang kuat.
Besuk paginya aku lihat rambut
Ardi basah karena habis
keramas. Semakin kuat dugaan
aku. Setelah dia berangkat kuliah, aku cari-cari CD yang ia
pakai semalam dan aku
menemukannya juga. Memang
benar dugaanaku, CD-nya sedikit
basah dan terlihat sebuah pulau
besar tergambar di CD itu. Aku cium aroma CD itu, seperti aroma
sperma aku yang menempal di
CD saat aku mimpi basah.
Akhirnya aku gunakan CD itu
untuk mengonani penis aku
yang semalam sempat ngaceng karena pelukan dan geseran
tubuh Ardi. Sesekali aku cium
dan hisap CD itu sampai akhirnya
cairan putih kental menyemprot
keluar dari penis aku. “Ohh.. ehhh”, nikmat sekali rasanya. Waktupun berjalan dengan
cepatnya sampai hari ini, 13 April
2003. Waktu itu aku tidak
sengaja melihat sebuah buku
porno di atas meja belajar teman
aku. Aku-pun melihat kemudian meminjam dan membacanya.
Kalau tidak salah aku selesai
membacanya sekitar pukul
delapan malam dan aku letakkan
saja buku itu di atas meja belajar.
Aku dengan nafas memberat menuju tempat tidur dan
berbaring di atasnya berusaha
meredakan ledakan-ledakan
birahi akibat membaca buku tadi.
Beberapa saat kemudian, aku
keluar kamar untuk membeli makan malam. Saat itu Ardi
sedang tidak berada di kamar
sejak aku pulang tadi sore, entah
ke mana. Setelah makan malam,
aku iseng-iseng main ke kamar
kost teman aku yang lain dan kami ngobrol sampai pukul
sepuluh dan aku pamitan
pulang. Aku kembali ke kamar
dan membuka pintunya. Aku
lihat Ardi sedang duduk diam
menghadap meja belajar kami, aku sempat terkejut saat melihat
Ardi yang ternyata sedang
menikmati buku porno tadi. “Gimana.. Ar?Bagus ?” tanya aku berusaha menutupi rasa malu
aku tentang buku itu. Ardi kaget
dan menoleh ke arah aku. “Eh.. lumayan!”. Katanya dengan gugup dan dari
nafasnya itu aku tahu kalau dia
sedang ON. Ardi segera menutup
buku itu dan menghampiri aku
sambil mukanya memerah. “Kenapa? Sudah selesai membacanya?” Tanya aku pada Ardi. Dia tidak
menjawab. “Gimana kalau kita baca bersama? Kebetulan aku juga
belum membacanya.” Tawar aku ke padanya. Tidak
aku sangka dia setuju, lalu
kamipun membacanya
bersama.tentu aku tidak konsen
sama sekali ke bacaan itu, karena
aku sudah tahu ceritanya. Perhatian aku hanya tertuju pada
Ardi. Setelah merasa kalau Ardi benar-
benar sudah ON, aku mulai
melancarkan aksi aku. Aku
letakkan telapak tangan aku di
pahanya sewajar mungkin, lalu
mulai aku usap pelan paha itu. Dia tetap membaca seperti tidak
merasakan geseran tangan aku
di pahanya. Aku rangkul
tubuhnya, dia tetap diam. Aku
pandangi wajah tegangnya yang
sedang serius, aku letakkan kepala aku di pundaknya, tetap
tidak ada respon darinya. Lalu
aku berusaha mencium lehernya
sambil mengenduskan nafas aku
di lehernya. Kali ini dia seperti
merasa kegelian. Dia memandang ke arah aku. Kami
saling menatap berusaha
mengartikan tatapan sayu yang
susah ditebak maknanya.
Perlahan aku buka bibir aku
sedikit yang diikuti refleks Ardi mendekati wajah aku dan
menempelkan bibirnya ke bibir
aku. Aku memejamkan mata,
membuat Ardi semakin berani.
Bibirnya mulai meraih bibir aku,
lidahnya mulai masuk ke mulut aku, sedotannya mulai terasa di
lidah aku, gigitan kecilnya mulai
terasa di bibir aku. Aku balas setiap perlakuan Ardi
kepada aku untuk mengimbangi
permainannya. Aku jelajahi
setiap rongga mulutnya dengan
ladah aku, aku rasakan air
liurnya yang manis, akubelai gigi putihnya dengan lidah aku.
Ditambah sedikit kumis dan
jenggotnya yang menyentuh
wajah aku, membuat aku
merasakan suatu kenikmatan
yang memang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Kenikmatan yang tidak bisa
diungkapkan bercampur rasa
geli. Tangan Ardi yang memegang
pundak aku mulai turun meraba-
raba dada aku, remasan-
remasan tangannya membuat
aku semakin tidak terkontrol,
apalagi saat tangan itu telah berhasil membuka baju aku.
Tangan itu langsung meraba
kembali puting susu aku,
memilin, dan
mempermainkannya. Aku tidak
mau kalah, tangan aku menyusup ke balik kemejanya,
merasakan kasarnya bulu-bulu
itu dan padatnya ke dua bidang
dada Ardi. Puting susunya yang
menjadi inceran aku. Aku raba,
aku gesek, aku pilin dan terus untuk semakin merangsangnya.
Ciuman kami terlepas,
dilanjutkan kami saling mencium
wajah dan leher. Leher Ardi
begitu harum khas laki-laki.
Sesekali aku hisap dan aku gigit kecil membuat dia mengerang
halus. Eragan aku juga semakin
menjadi saat tangan Ardi
bergerak turun berusaha
melepaskan ikat piggang aku,
kemudian membuka resletingnya. Tangannya masuk
menggapai tongkat kenikmatan
aku yang sudak mengembang
dengan keras. Tangannya
menggenggam stick itu,
meremas-remas dan entah apa lagi. Pokoknya erangan lirih tak
pernah berhenti dari mulut aku.
Sementara aku masih asyik
mempermainkan puting susunya
yang dikelilingi bulu dadanya.
Aku gerakkan tangan aku searah dengan tumbuhnya bulu-
bulu di dada dan perutnya.
Kemudian ikat pinggang dan
resletingnya sudah berhasil aku
lepaskan, aku raba dulu
kemaluannya dari luar celana panjangnya. Aku kira-kira
seberapa besar punyanya itu.
Aku remas pelan membuat Ardi
menggeliat geli. Tangan aku masuk ke celananya,
di luar CD-nya. Aku permainkan
lagi benda keras di selakangang
Ardi sebelum tangan aku benar-
benar masuk ke CD-nya. Bulu-
bulu lebat di sekitar kemaluannya terasa sangat
kasar di tangan aku. Aku
menggenggamnya dan aku
raakan tubuh Ardi menggeliat
kegelian sambil merintih-rintih.
Aku rasakan panasnya stick itu, lalu aku kocok pelan, aku
mainkan terus benda keras
kenyal itu. Entah kapan Ardi telah
berhasil melepaskan baju dan
celana panjang aku. Ardi
memandang aku yang hanya memakai CD berwarna biru tua
yang seksi ini sesaat dengan
mata yang penuh arti dan nafsu.
Tangan aku juga langsung
berusaha melepaskan celana
panjangnya. Ardi dengan CD merah hatinya itu membuat aku
semakin tak tahan lagi. Segera
aku peluk dia dan aku lahap
bibirnya yang merah, aku
gerayangi tubuhnya semau aku.
Kulit halusnya yang berbulu membuat aku mendesah geli
nikmat. Tangan aku dan tangan
Ardi terus mempermainkan penis
lawan. Terkadang dada juga
menjadi inceran. Tubuh aku semakin panas
membara, aku tindih tubuh ardi,
aku lumat habis lehernya, aku
susuri dadanya dengan wajah
aku yang bergerak turun,
menuju CD-nya. Sampai di sana kau tak tahan lagi, segera aku
singkap CD merah hati itu, dan
muncullah batang kemaluan Ardi
yang tegak menantang berdiri
kokoh di antara rimbunnya
semak belukar hitam lebat yang keriting. Aku tahu panjang dan
besarnya melebihi milik aku. Aku
pelorotkan CD itu, aku pegang
batang kerazs itu dan aku kocok
pelan. Ardi memandangi aksi aku
sambil menggigit bibir bawhnya menahan rasa geli di seputar
selakangannya yang menjalar ke
seluruh tubuhnya. “Oohh.. Antoo.. ” erangan Ardi semakin membuat aku horny.
Pinggulnya bergerak ke kanan
dan ke kiri merasakan gelinya
jilatan lidah aku di kepala
penisnya. Terkadang ikut
terangkat saat aku berusaha menelan batang kenikmatan itu,
rupanya Ardi sangat
menikmatinya. “Anto aku juga pengin punya you..”. kata Ardi dengan nafas terengah-engah.
Setelah merubah posisi, kini Ardi
ganti menindih aku. Kepalanya
berada di atas selakangan aku,
dan wajah aku berada di bawah
selakangannya. Tubuhnya memang agak berat, namun
tindihan itu juga terasa nikmat.
Aku rasakan gigi Ardi menggigit-
gigit kemaluan aku dari luar CD,
sehingga CD aku semakin basah
kuyup. Penis Ardi juga sudah aku hisap-hisap dan aku
permainkan lubang kencing di
kepala penisnya. Tangan Ardi
meremas paha aku untuk
kemudian melepaskan CD aku
yang sudah buasah kuyup itu. Aku sedikit mengangkat pantat
aku agar Ardi lebih mudah
melepaskannya. Penis aku yang
sudah keras sejak tadi langsung
masuk ke mulut Ardi. “Oohhh…” mulut Ardi terasa hangat mengapit penis aku. Air
liurnya menambah rasa nikmat
tersendiri saat dia mulai memaju-
mundurkan mulutnya. Pelir aku
ditarik-tariknya, tangannya
menggelitik kulit antara pelir dan anus aku yang sedikit berbulu. “Oohh… nikmat.. sekali.. Ar …”. Aroma selakangan Ardi sugguh
memabukkan. Pelirnya yang
jatuh di atas hidug aku kadang
aku gigit juga. Anusnya juga
bersih, kecuali terkotori oleh
lebatnya bulu-bulu di sekelilingnya. Terkadang tangan
kau menarik lembut bulu itu,
membuat Ardi sedikit tersentak.
Pantatnya aku remas-remas, aku
rasakan penis Ardi semakin
keras saja. Rasanya aku masih belum bisa menerima cairan
kenikmatan yang akan keluar
dari penis besar Ardi. Aku takut
Ardi juga sepeti itu karena kau
tahu kalau kami sama-sama baru
pertama kalinya melakukan hubungan seks. Aku minta ganti
posisi pada Ardi, dia
menyetujuinya. Kini kami berhadapan. Tubuh
Ardi ganti aku tidih, aku lumat
kembali bibirnya yang basah
sambil aku gesekan penis aku ke
penisnya. Aku tekan-tekan
pantat aku ke bawah yang langsung diterima oleh Ardi.
Tangan kami terkadang ikut
mengocok penis lawan karena
tak tahan dan sangat gatal
rasanya. Gatal karena birahi yang
membara. “Ardi.. aku mau keluar.. ohh.. ”. bisik aku di telinganya. “Kita keluarkan barengan saja ya, aku juga akan ke.. oohhh.. ” bisik Ardi di teliga aku.
Beberapa saat kemudian,
gerakan kami semakin cepat dan
beringas sampai… “Oohhh.. ooh.. eehhh…” erangan panjang itu keluar dari mulut aku
yang sudah sampai ke
puncaknya. Cairan putih
kentalpun segera memancar
deras di antara perut kami,
lumayan lama dan banyak. Aku tekan tubuh Ardi dengan sekuat
mungkin untuk lebih merasakan
kenikmatan orgasme pertama
aku. Rupanya tekanan itu
membuat Ardi tak tahan lagi,
spermanya langsung menyemprot dasyat mengikuti
semprotan sperma aku yang tak
kalah dasyaaaaaaatnya. Kami
keluar hampir bersamaan. “Ohh… Anto nikmat sekali ” erangnya.
Pinggulnya sedikit menekan ke
atas kemudian turun lagi
mengikuti denyutan-denyutan di
penisnya yang semakin hilang.
Aku juga merasakan denyutan demi denyutan di penis kami
yang kemudian mulai melemas
dan mengecil. Nafas kami masih
memburu cepat kemudian mulai
stabil. Aku tunggu beberapa saat
reaksi dari Ardi setelah kejadian ini. Namun mata Ardi tetap
terpejam sejak orgasme tadi. Aku
pikir dia sudah tertidur. Aku lihat
sedikit senyum kepuasan di bibir
pink-nya itu. Aku letakkan saja
kepala aku di bahu kekarnya, dan setelah menutup tubuh kami
dengan selimut, aku juga
berusaha untuk tidur. Aku
sengaja tidak merubah posisi
kami agar tubuh kami bisa saling
menghangatkan di udara kota Malang yang dingin ini. Saat aku
lihat jam waker di meja, ternyata
kami telah bermain-main dalam
waktu yang lama. Saat bangun pagi harinya aku
pandangi wajah Ardi yang
ternyata sudah bangun terlebih
dahulu. Matanya terlihat sayu
atau melukiskan kegembiraan,
aku tidak tahu, karena aku sendiri sedang bingung akibat
kejadian semalam, terus terang
aku merasa sedih dengan sifat
gay aku ini, walaupun semalam
aku sangat menikmatinya. “Anto, apa yang you pikirkan?, apa you menyesal?”. Pertanyaan lembut Ardi. Aku
hanya diam tak bisa
menjawabnya. Hati aku sedang
kacau menghadapi dua hal yang
sangat bertentangan. Di satu sisi,
aku ingin bebas merasakan nikmatnya menjadi gay, di sisi
lain aku sedih bahwa aku adalah
seorang gay (tidak normal
menurut banyak orang). “Maafkan aku To, tapi yang semalam itu terlalu indah buat
aku. Aku pikir tidak ada salahnya
kita melakukan ini, karena kita
sama-sama suka dan
menikmatinya. Tenanglah, aku
akan selalu menjadi teman baik you, walaupun kita tidak berada
dalam satu tempat, nantinya.
Sebaiknya kita merahasiakan
kejadian ini dari siapapun, untuk
kebaikan kita sendiri ”. Kata-kata Ardi berusaha menenangkan
aku, sambil tangannya mengelus
dan membelai wajah dan rambut
aku. Aku berkaca-kaca,
ucapannya sungguh teduh dan
menyejukkan jiwa yang gersang ini. Lalu aku peluk erat tubuhnya
dan aku benamkan wajah aku di
dada bidangnya karena aku tak
kuat lagi menahan tangisan ini. “Tapi aku cinta you, Ar.. ” kata itu muncul di antara isak tangisan
aku. Ardi tampaknya terkejit dan
bertanya kapada aku, “Sejak kapan, To ?” “Sejak kita berkenalan dulu ”. “Ohh..” desah Ardi, lalu katanya lagi, “Apa you tahu, To sejak kita tinggal berkenalan dan
kemudian tinggal bersama
sampai sekarang, dengan
tingkah laku you yang baik dan
care banget pada aku, membuat
aku curiga dan pelan-pelan telah tumbuh rasa sayang kepada you.
Hal itu terus terang baru aku
sadari sekarang, karena semlama
ini aku hanya menduga-duga
saja”. “You sayang aku juga Ar ?” Aku lihat wajahnya, dia
mengangguk. Kami saling
berpelukan erat dan kemudian
lepas karena kami harus segera
bersiap untuk kuliah pukul tujuh
tepat. Kami tidak mau mengorbankan cita-cita kami
gara-gara kejadian ini. Kami
harus bisa menunjukkan bahwa
kami juga bisa berprestasi
layaknya mahasiswa-mahasiswa
lainnya. Itulah komitment kami. Aku-pun beranjak bagun dari
atas tubuhnya. Aku tersenyum
manis nakal menggoda kepada
Ardi saat aku lihat ada bekas
mani yang mengering di perut
dan dada aku. Di dada dan peruut Ardi juga, bahkan di
ujung-ujung rambut lebat di
dada dan perut Ardi kelihatan
putih akibat mani kami berdua.
Rasanya Ardi ingin mengulangi
kejadian semalam, namun aku menolaknya sehalus mungkin
karena kami benar-benar harus
segera berangkat kuliah. Sejak saat itu aku semakin dekat
dengan Ardi, CD-nya dan CD aku
telah bercampur jadi satu.
Siapapun yang ingin
memakainya, tinggal ambil saja
walaupun itu bukan miliknya. Bahkan mengenakan CD seksi
Ardi selalu membuat aku horny
dan terangsang sendiri. Sampai di sini dulu cerita aku,
sampai sekarang aku masih
belum bisa menghilangkan
keraguan di dalam hati aku. Bagi
yang pengin kenal lebih dekat
dengan aku, tulis email saja. Aku akan berusaha membalasnya. E N D